Personifikasi kesuksesan seseorang melalui nilai perjuangan berlangsung seumur-umur. Tak ‘kan pernah pejuang sejati berhenti berjuang jika belum berhasil meraih cita-citanya. Berjuang sama artinya dengan bertempur. Dalam perjuangan pantang untuk mundur sebelum memenangi pertempuran. Nilai perjuangan yang penuh sifat heroik dalam bentuknya yang mengikuti arus zaman, saat ini difilmkan oleh Danny Boyle, sutradara Inggris yang berjuluk “Slumdog Millionaire”.
Sang sutradara mengusung dua tema besar. Pertama, nilai perjuangan melalui kuis televisi “Siapa ingin Menjadi Milliuner” atau Who wants to be a millionaire. Kedua, nilai perjuangan meraih simpati sang kekasih yang penuh kisah romantisme.
Medium televisi di Tanah Air yang menyajikan kuis menjadi milliuner pernah menghebohkan masyarakat bangsa dan negara Republik Indonesia. Peringkat tertinggi pernah terjadi sebagai tolok ukur tayangan kuis di stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia atau RCTI bertajuk “Who wants to be a millionaire”. Host atau pemandu kuis ialah Tantowi Yahya. Dampak peringkat atau rating tertinggi ini membuat acara kuis berlangsung hingga tahunan.
Menurut cerita Bernita, salah seorang pengumpul bank soal atau naskah kuis RCTI, Tantowi selalu membaca dan menguji setiap soal yang masuk ke meja redaksi. Jika susunan kalimat dan kata atau istilah enggak cocok, bahkan cenderung salah, tak segan-segan soal yang dikuiskan pasti diganti. Kini acara kuis “Siapa ingin menjadi Milliuner” tak lagi tayang di RCTI.
Akan tetapi, gema acara kuis televisi kembali merebak. Siapa pernah menyangka kalau nilai perjuangan menjadi milliuner penuh onak dan duri. Dalam pembuatan soal kuis, nilai perjuangan menjadi nyata. Setiap soal hanya satu yang pasti benar. Oleh karena itu, pantaslah kalau Tantowi Yahya dalam suatu kesempatan pernah berpesan, hati-hati membuat soalnya. “Carilah referensi yang lengkap, cermat dan akurat,” pinta Tantowi Yahya.
Kurang elok jika nilai perjuangan yang divisualkan dalam gambar monoton saja sifatnya. Biasanya, seperti kebanyakan dunia selebritas, bumbu racikan penyedap terletak pada soal cinta, wanita, dan hasrat mewujudkan nilai cinta.
Mumbai, India sebagai sumber inspirasi tempat syuting berkisah romantisme perjuangan itu. Antara cinta dan perjuangan meraih cinta diwujudkan dengan personifikasi kesuksesan materi. Jamal Malik atau Dev Patel dan Latika atau Freida Pinto bermain dengan ekspresif bak pemain watak yang mumpuni.
Dikisahkan di kawasan padat penduduk, yang biasanya identik dengan pemukiman kumuh, yang bau amis, yang jorok, yang penuh dengan aksi kekerasan, dua sejoli berjuang untuk hidup layak. Visualisasi penumpang kereta api berjejalan, pengemis yang bertebaran di pelosok kota, kamar mandi dengan gedek kayu, dan warga yang bermabuk-mabukan menjadi pemicu kekerasan. Kekerasan demi kekerasan memisahkan dua sejoli yang saling berdekatan dengan keadaan rusuh. Absurditas warga Ibu Kota di Mumbai, India dilambari dengan aksi sukuisme antara agama Hindu dan Islam. Bentrok dalam wujud amuk massa penuh kebencian dan kekerasan memisahkan dua sejoli.
Akan tetapi, sebelum perpisahan, ternyata dua sejoli saling mengikat janji kelak bertemu kembali. Jamal Malik mengikuti kuis televisi “Saya ingin Menjadi Milliuner”. Kebetulan acara kuis ini menjadi favorite Latika. Oleh karena itu, impian wajib diwujudkan agar kelak Latika mengetahui keberadaan Jamal melalui medium kuis televisi. Jamal si petugas kantor atau office boy berjuang mewujudkan harapan. Soal demi soal ia jawab dengan tepat. Satu per satu jawaban Jamal Malik mengakhiri kuis televisi pada sesi Jamal Malik berhak menjadi milliuner.
Slumdog Millionaire patut dan pantas mendapat tempat di hati penonton, khususnya warga Ibu Kota dan kota-kota besar di Tanah Air. Film berdurasi 104 menit ini sebagai cermin nyata hidup dan kehidupan kota besar. Penuh kekerasan, penuh kekejaman, penuh kebisingan. Kota yang tak pernah tidur lelap. Kota sejuta harapan bagi pemimpi yang mendamba hidup yang layak meski ingin lekas-lekas mewujudkan milliunernya sekalipun. ***